Minggu, 23 Februari 2014

UJI TETRAZOLIUM



ACARA IV
 UJI TETRAZOLIUM
A.      Pendahuluan
1.      Latar Belakang
           Salah satu metode yang digunakan untuk menduga kualitas benih adalah uji tetrazolium. Uji tetrazolium bertujuan dalam mengaktifkan sel/jaringan benih dan membedakan antara sel atau jaringan yang hidup atau mati. Uji tersebut sangat cepat dan tepat apabila diaplikasikan pada benih yang yang mengalami dormansi dan mengalami pemasakan lanjutan (after ripening).
         Pengujian benih dengan tetrazolium merupakan salah satu uji yang efektif. Uji tetrazolium memanfaatkan prinsip dehidrogenase yang merupakan group enzim metabolism pada sel hidup, yang mana mudah diamati perubahan warnanya. Selain uji TZ, uji hydrogen peroksida (H2O2) juga merupakan uji yang efektif. Uji ini merupakan uji viabilitas yang lain, yang membentuk transisi menjadi pengujian kecambah.
Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, pada Praktikum Teknologi Benih ini akan dilakukan uji tetrazolium untuk mengetahui apakah benih yang diamati merupakan benih hidup atau benih mati. Meskipun uji tetrazolium belum tentu membuktikan bahwa viabilitas tanaman itu baik, tetapi secara tidak langsung uji ini dapat mempermudah untuk mengetahui kondisi benih.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam uji tetrazolium ialah : penyiapan benih yang akan diuji dengan menghitung jumlahnya, pelembaban benih untuk aktivasi enzim dan pelunakan jeringan benih, pembukaan jaringan benih untuk pewarnaan (penusukan, pemotongan, pengupasan testa, pengeluaran embrio), penyiapan larutan tetrazolium, suhu dan lama perendaman, penilaian benih vigor tinggi, vigor rendah dan benih non viabel, ketelitian analis.
Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu,  pada Praktikum Teknologi Benih Lajutan ini akan dilakukan uji tetrazolium untuk mengetahui apakah benih yang diamati merupakan benih hidup atau benih mati. Meskipun uji tetrazolium belum tentu membuktikan bahwa viabilitas tanaman itu baik, tetapi secara tidak langsung uji ini dapat mempermudah untuk mengetahui kondisi benih.
2.      Tujuan
Menguji viabilitas benih secara cepat dan tidak langsung.



















B.       Tinjauan Pustaka
Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis dan uji cepat viability. Prinsip metode Tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih. Adanya warna merah di bagian-bagian penting pada embrio benih mengindiksikan benih mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Uji Tetrazolium mempunyai beberapa kelebihan meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikrobia lainnya dan bersifat merusak (AOSA 2011).
Pengujian tetrazolium memiliki batasan. Perkecambahan tidak dapat dideteksi dengan pengujian tetrazolium. Pengujian tetrazoilum tidak dapat mengukur kapasitas untuk fotosintesis normal dan noda albino secara normal. Keberadaan pathogen dapat  mengganggu perbandingan antara tetrazolium dan hasil dari perkecambahan.  Pengujian tetrazolium tidak dapat dideteksi sebagai pathogene dalam biji yang dilapisi yang mempengaruhi perkecambahan. Hal inilah yang jadi alasan mengapa pengujian perkecambahan masih dibutuhkan sebagai informasi viabilitas yang utama.
(McDonald and Kwong 2005).
Menurut Burg (2008), prinsip metode tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Sedangkan menurut Zanzibar (2006), kelebihan metode tetrazolium meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan yang di akibatkan oleh fungi atau mikroba lainnya yang bersifat menimbulkan kerusakan.
Biji adalah ovule yang dewasa. Terbentuk satu atau lebih didalam satu ovari pada legume, tapi tidak pernah lebih dari satu biji terbentuk dalam ovari pada monokotil. Setiap biji matang selalu terdiri paling kurang dua bagian, yaitu embryo dan kulit biji. Embryo terbentuk atau berasal dari telur yang dibuahi dengan mengalami pembelahan sel didalam embryo sac. Kulit biji terbentuk dari integumen (satu atau lebih) dari ovule. Pada legume umumnya terdapat dua lapis kulit biji. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah luar tebal dan keras fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan sentuhan mekanis. Setiap biji yang sangat muda dan sedang tumbuh, selalu terdri atas tiga bagian yaitu embryo, kulit buji, endosperm. Endosperm yaitu suatu jaringan penyimpanan makanan cadangan yang mana diserap oleh embryo sebelum atau selama perkecambahan biji dan selalu terdapat didalam biji yang sangat muda (Kolasinska 2006).
Beberapa pola pewarnaan benih dikategorikan viable bila  terwarnai seluruhnya, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada kotiledon, tetapi bukan pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi dengan hilum, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada radikula, tetapi bukan pada bagian ujung atau pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. Bagian dalam kotiledon berwarna merah atau bergradasi secara teratur dari merah di bagian tepi dan memudar di bagian tengah (suatu kondisi yang wajar akibat berkurangnya penetrasi larutan tetrazolium di bagian dalam) Benih dikategorikan non-viable bila  tidak terwarnai seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar radikula tidak terwarnai, kerusakan lain (spot busuk), bagian luar berwarna merah, tetapi bagian dalam kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang tidak terwarnai (spot putih) (Dina 2006).
Hasil dari pengujian tetrazolium adalah jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah. Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal.
 (Black 2006).
Struktur benih meliputi kulit benih, embrio, radikula, kotiledon beserta jaringan-jaringan penghubungnya. Oleh karena itu, evaluasi pola pewarnaan tidak hanya dilakukan pada bagian luar benih saja tetapi juga dilakukan pada bagian dalam kotiledon benih. Benih dikatakan viabel apabila ujung radikula, bagian penghubung antara radikula dan kotiledon, bagian penghubung antara radikula dan hilum serta bagian dalam kotiledon yang tidak membentuk spot berwarna merah muda (Budiarti 2006).
















C.      Metodologi Praktikum
1.    Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Uji Tetrazolium ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 11 November pukul 08.30-10.00 dan bertempat di Laboratorium Ekologi Manajemen dan Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2.    Alat dan Bahan
a.    Alat :
1)        Gelas piala
2)        Pinset
3)        Silet
b.    Bahan :
1)        Benih Jagung (Zea Mays)
2)        Benih tanaman kedelai (Glycine max Marill)
3)        Garam tetrazolium
3.    Cara Kerja
a.    Mengambil 3 benih jagung dan 3 benih kedelai.
b.    Merendam benih dalam larutan garam tetrazolium selama 20 menit.
c.    Cuci benih dan lakukan pengamatan, menghitung benihyang viable maupun yang non viable dengan melihat pewarnaan dari lembaga benih.
d.   Menggambar struktur benih dan bagian-bagiannya.
4.    Pengamatan yang dilakukan
a. Warna embrio setelah direndam dalam larutan tetrazolium
b. Benih yang hidup dan mati




D.      Hasil dan Pembahasan
1.         Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Uji Tetrazolium
Benih
Ulangan
Gambar Hasil Uji Tetrazolium
Warna
Keterangan
Jagung
(Zea Mays)
1

Gambar 4.1 Jagung Ulangan I
Merah Cerah
Viabilitas Kuat
2

Gambar 4.2 Jagung Ulangan II
Merah Cerah
Viabilitas Kuat
3

Gambar 4.3 Jagung Ulangan III
Merah Tua
Mati
Kedelai
(Glycine max marril)
1

Gambar 4.4 Kedelai Ulangan I
Merah Cerah
Viabilitas Kuat
2

Gambar 4.1 Kedelai Ulangan II
Merah Cerah
Viabilitas Kuat
3

Gambar 4.1 Kedelai Ulangan III
Putih
Mati
Sumber : Laporan sementara
jagung acara 55555.jpg
kedelai 2 acara 5.jpg
Gambar 4.1 Struktur Benih Kecambah Normal Pada Jagung
Gambar 4.2 Struktur Benih Kecambah Normal Pada Kedelai

2.    Pembahasan
Uji tetrazolium adalah uji yang dalam pelaksanaannya menggunakan zat indikator berupa 2.3.5 Trifenil tetrazolium. Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis benih. Karena dengan uji ini akan diketahui terjadinya proses biokimiawi yang berlangsung dalam sel, khususnya dalam sel-sel embrio benih. Uji tetrazolium juga disebut uji cepat, karena indikator pada uji ini adalah pola-pola pewarnaan pada embrio, bukan proses perkecambahan yang umumnya memerlukan waktu yang lebih lama dalam menentukan final count
Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini ikut serta dalam proses reduksi.  Dengan proses hidrogenasi dari 2, 3, 5, triphenyl tetrazolium chloride atau bromida, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah triphenyl formazan yang berwarna merah, stabil dan bersifat tidak difus.  Dan memungkinkan untuk dapat membedakan bagian sel yang hidup yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna.  Dari posisi dan ukuran daerah yang berwarna dan tidak berwarna pada embrio dan atau endosperm dapat ditentukan apakah benih tersebut digolongkan sebagai benih viabel atau non viabel.
Uji tetrazolium merupakan salah satu pengujian viabilitas benih secara cepat dan tidak langsung. Hal ini dikarenakan, uji tersebut dapat dilakukan tanpa mengecambahkan benih terlebih dahulu, tetapi dengan menggunakan zat kimia 2, 3, 5 Triphenyl Tetrazolium Kloride (garam tetrazolium). Metode tidak langsung didasarkan pada proses metabolisme benih serta kondisi fisik yang merupakan indikasi tidak langsung.
Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik adalah benih dengan viabilitas mencapai 80% ke atas. Benih dengan viabilitas tinggi tentunya memiliki daya vigor benih yang kuat, karena didukung oleh komponen cadangan makanan dalam biji yang cukup untuk menopang pertumbuhan awal dari biji sebelum memperoleh makanan dari dalam tanah. Untuk dapat mengetahui hal – hal tentang viabilitas dan daya vigor benih tentunya harus dilakukan dengan sebuah penelitian.
Uji Tetrazolium merupakan salah satu uji kualitas benih dengan mengamati apakah suatu benih masih viabel atau tidak. Uji tersebut dilakukan dengan cara melihat warna yang timbul pada embrio benih akibat adanya reaksi dengan garam tetrazolium. Prinsip metode Tetrazolium  adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih, enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Kriteria pewarnaan dalam uji Tetrazolium antara lain merah cerah : jaringan masih hidup atau benih viabel, merah muda : jaringan  atau viabilitas sudah lemah, merah tua : jaringan rusak dan tidak berwarna : jaringan sudah mati.  
Hasil dari pengujian tetrazolium adalah jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah. Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup. Berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal.

















E.  Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah ditentukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
a.       Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik adalah benih dengan viabilitas mencapai 80% ke atas.
b.       Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini ikut serta dalam proses reduksi.
c.       Hasil dari pengujian tetrazolium adalah jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah.
d.      Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal.
2.      Saran
Sebaiknya praktikan melakukan pembuatan larutan tetrazolium sehingga mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan dan komposisi dari larutan tersebut. Selain itu sebaiknya dalam praktikum ini diberi gradasi warna sebagai pembanding untuk  menentukan pewarnaan yang timbul, agar penentuan viabilitas benih lebih akurat.


DAFTAR PUSTAKA
Association of Seed Analyst 2011. Tetrazolium Testing Handbook. Available. at. www.usc.iastte.edu. Diakses pada tanggal 06 Desember 2013.
Budiarti 2006. Keragaman Plasma Nutfah. Buletin Plasma Nutfah Vol (1) : 33-40.
Black M, Derek B, and Peter H 2006. The Encyclopedia of Seeds.   CABI.Wallingford.
Burg JvD 2008. Tetrazolium Testing dalam Training Manual of HORTSYS Project. Jakarta.
Dina 2006. Uji tetrazolium secara kualitatif dan kuantitatif sebagai tolok ukur vigor benih kedelai (Glycine max L. Merr) serta hubungannya dengan pertumbuhan tanaman dai lapang [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kolasinska K, Szyrmer J, Dul S 2006. Relationship between laboratory seed quality tests and field emergence of common bean seed. J. Crop Science Society of America.4 0: 470-475.
McDonald dan Kwong 2005. Flower seed Biology and Technology. CABI. Wallingwood.
Zanzibar Muhamad 2006. Kajian metode uji cepat sebagai metode resmi pengujian Kualitas benih tanaman hutan di indonesia. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar