ACARA
IV
UJI TETRAZOLIUM
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Salah satu metode
yang digunakan untuk menduga kualitas benih adalah uji tetrazolium. Uji
tetrazolium bertujuan dalam mengaktifkan sel/jaringan benih dan membedakan
antara sel atau jaringan yang hidup atau mati. Uji tersebut sangat cepat dan
tepat apabila diaplikasikan pada benih yang yang mengalami dormansi dan
mengalami pemasakan lanjutan (after
ripening).
Pengujian
benih dengan tetrazolium merupakan salah satu uji yang efektif. Uji tetrazolium
memanfaatkan prinsip dehidrogenase yang merupakan group enzim metabolism pada
sel hidup, yang mana mudah diamati perubahan warnanya. Selain uji TZ, uji
hydrogen peroksida (H2O2) juga merupakan uji yang
efektif. Uji
ini merupakan uji viabilitas yang lain, yang membentuk transisi menjadi
pengujian kecambah.
Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan
proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini
juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, pada Praktikum
Teknologi Benih ini akan dilakukan uji tetrazolium untuk mengetahui apakah
benih yang diamati merupakan benih hidup atau benih mati. Meskipun uji
tetrazolium belum tentu membuktikan bahwa viabilitas tanaman itu baik, tetapi
secara tidak langsung uji ini dapat mempermudah untuk mengetahui kondisi benih.
Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam uji tetrazolium ialah : penyiapan benih yang akan
diuji dengan menghitung jumlahnya, pelembaban benih untuk aktivasi enzim dan
pelunakan jeringan benih, pembukaan jaringan benih untuk pewarnaan (penusukan,
pemotongan, pengupasan testa, pengeluaran embrio), penyiapan larutan
tetrazolium, suhu dan lama perendaman, penilaian benih vigor tinggi, vigor
rendah dan benih non viabel, ketelitian analis.
Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk
mengefektifkan proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman.
Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Oleh karena
itu, pada Praktikum Teknologi Benih Lajutan ini akan dilakukan uji
tetrazolium untuk mengetahui apakah benih yang diamati merupakan benih hidup
atau benih mati. Meskipun uji tetrazolium belum tentu membuktikan bahwa
viabilitas tanaman itu baik, tetapi secara tidak langsung uji ini dapat
mempermudah untuk mengetahui kondisi benih.
2. Tujuan
Menguji
viabilitas benih secara cepat dan tidak langsung.
B.
Tinjauan Pustaka
Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis dan uji
cepat viability. Prinsip metode Tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan
berwarna merah oleh reduksi suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan
formazon merah sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih. Adanya warna
merah di bagian-bagian penting pada embrio benih mengindiksikan benih mampu
menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal. Enzim yang mendorong
terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Uji Tetrazolium mempunyai beberapa
kelebihan meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat
diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang
mengalami pemasakan lanjutan (after
ripening), tingkat ketelitian tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan
keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat
mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikrobia lainnya dan bersifat merusak
(AOSA 2011).
Pengujian tetrazolium memiliki batasan.
Perkecambahan tidak dapat dideteksi dengan pengujian tetrazolium. Pengujian
tetrazoilum tidak dapat mengukur kapasitas untuk fotosintesis normal dan noda
albino secara normal. Keberadaan pathogen dapat
mengganggu perbandingan antara tetrazolium dan hasil dari
perkecambahan. Pengujian tetrazolium
tidak dapat dideteksi sebagai pathogene dalam biji yang dilapisi yang
mempengaruhi perkecambahan. Hal inilah yang jadi alasan mengapa pengujian
perkecambahan masih dibutuhkan sebagai informasi viabilitas yang utama.
(McDonald
and Kwong 2005).
Menurut Burg (2008), prinsip metode
tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi dari
suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah,
sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang mendorong terjadinya
proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Sedangkan
menurut Zanzibar (2006), kelebihan metode tetrazolium meliputi waktu pengujian
yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi
serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening),
tingkat ketelitian tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan
pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan yang di akibatkan oleh fungi atau mikroba lainnya yang bersifat menimbulkan
kerusakan.
Biji adalah
ovule yang dewasa. Terbentuk satu atau lebih didalam satu ovari pada legume,
tapi tidak pernah lebih dari satu biji terbentuk dalam ovari pada monokotil.
Setiap biji matang selalu terdiri paling kurang dua bagian, yaitu embryo dan
kulit biji. Embryo terbentuk atau berasal dari telur yang dibuahi dengan
mengalami pembelahan sel didalam embryo sac. Kulit biji terbentuk dari
integumen (satu atau lebih) dari ovule. Pada legume umumnya terdapat dua lapis
kulit biji. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah
luar tebal dan keras fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit
dan sentuhan mekanis. Setiap biji yang sangat muda dan sedang tumbuh, selalu
terdri atas tiga bagian yaitu embryo, kulit buji, endosperm. Endosperm yaitu
suatu jaringan penyimpanan makanan cadangan yang mana diserap oleh embryo
sebelum atau selama perkecambahan biji dan selalu terdapat didalam biji yang
sangat muda (Kolasinska 2006).
Beberapa pola pewarnaan benih dikategorikan
viable bila terwarnai seluruhnya,
kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada kotiledon, tetapi bukan pada bagian
penghubung antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi dengan
hilum, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada radikula, tetapi bukan pada
bagian ujung atau pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. Bagian
dalam kotiledon berwarna merah atau bergradasi secara teratur dari merah di
bagian tepi dan memudar di bagian tengah (suatu kondisi yang wajar akibat
berkurangnya penetrasi larutan tetrazolium di bagian dalam) Benih dikategorikan
non-viable bila tidak terwarnai
seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar radikula
tidak terwarnai, kerusakan lain (spot busuk), bagian luar berwarna merah,
tetapi bagian dalam kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang
tidak terwarnai (spot putih)
(Dina 2006).
Hasil dari pengujian tetrazolium adalah
jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan
jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah.
Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup
berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang
dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan
fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal.
(Black 2006).
Struktur benih meliputi kulit benih, embrio, radikula,
kotiledon beserta jaringan-jaringan penghubungnya. Oleh karena itu, evaluasi
pola pewarnaan tidak hanya dilakukan pada bagian luar benih saja tetapi juga
dilakukan pada bagian dalam kotiledon benih. Benih dikatakan viabel apabila
ujung radikula, bagian penghubung antara radikula dan kotiledon, bagian
penghubung antara radikula dan hilum serta bagian dalam kotiledon yang tidak
membentuk spot berwarna merah muda (Budiarti 2006).
C.
Metodologi Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum
acara Uji Tetrazolium ini dilaksanakan
pada hari Selasa tanggal 11
November pukul 08.30-10.00 dan bertempat di
Laboratorium Ekologi Manajemen dan Produksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Alat
dan Bahan
a. Alat
:
1)
Gelas piala
2)
Pinset
3)
Silet
b. Bahan
:
1)
Benih Jagung (Zea Mays)
2)
Benih tanaman kedelai (Glycine
max Marill)
3)
Garam tetrazolium
3. Cara Kerja
a. Mengambil
3 benih jagung dan 3 benih kedelai.
b. Merendam benih dalam larutan garam tetrazolium selama 20
menit.
c.
Cuci benih dan
lakukan pengamatan, menghitung benihyang viable maupun yang non viable dengan
melihat pewarnaan dari lembaga benih.
d. Menggambar struktur benih dan bagian-bagiannya.
4. Pengamatan yang dilakukan
a. Warna embrio setelah direndam dalam larutan
tetrazolium
b. Benih yang hidup dan mati
D.
Hasil dan
Pembahasan
1.
Hasil Pengamatan
Tabel
4.1 Hasil Pengamatan Uji Tetrazolium
Benih
|
Ulangan
|
Gambar Hasil Uji Tetrazolium
|
Warna
|
Keterangan
|
Jagung
(Zea Mays)
|
1
|
![]()
Gambar 4.1
Jagung Ulangan I
|
Merah Cerah
|
Viabilitas Kuat
|
2
|
![]()
Gambar 4.2
Jagung Ulangan II
|
Merah Cerah
|
Viabilitas Kuat
|
|
3
|
![]()
Gambar 4.3
Jagung Ulangan III
|
Merah Tua
|
Mati
|
|
Kedelai
(Glycine max marril)
|
1
|
![]()
Gambar 4.4
Kedelai Ulangan I
|
Merah Cerah
|
Viabilitas Kuat
|
2
|
![]()
Gambar 4.1
Kedelai Ulangan II
|
Merah Cerah
|
Viabilitas Kuat
|
|
3
|
![]()
Gambar 4.1
Kedelai Ulangan III
|
Putih
|
Mati
|
Sumber
: Laporan sementara
![]() |
![]() |
Gambar 4.1 Struktur Benih Kecambah
Normal Pada Jagung
|
Gambar 4.2 Struktur Benih Kecambah
Normal Pada Kedelai
|
2. Pembahasan
Uji tetrazolium adalah uji
yang dalam pelaksanaannya menggunakan zat indikator berupa 2.3.5 Trifenil
tetrazolium. Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis benih. Karena dengan
uji ini akan diketahui terjadinya proses biokimiawi yang berlangsung dalam sel,
khususnya dalam sel-sel embrio benih. Uji tetrazolium juga disebut uji cepat,
karena indikator pada uji ini adalah pola-pola pewarnaan pada embrio, bukan
proses perkecambahan yang umumnya memerlukan waktu yang lebih lama dalam
menentukan final count.
Garam tetrazolium merupakan bahan yang
tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini ikut serta dalam
proses reduksi. Dengan proses hidrogenasi dari 2, 3, 5, triphenyl tetrazolium chloride atau
bromida, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah triphenyl formazan yang berwarna
merah, stabil dan bersifat tidak difus. Dan memungkinkan untuk dapat
membedakan bagian sel yang hidup yang berwarna merah dari bagian sel mati yang
tidak berwarna. Dari posisi dan ukuran daerah yang berwarna dan tidak
berwarna pada embrio dan atau endosperm dapat ditentukan apakah benih tersebut
digolongkan sebagai benih viabel atau non viabel.
Uji tetrazolium
merupakan salah satu pengujian viabilitas benih secara cepat dan tidak
langsung. Hal ini dikarenakan, uji tersebut dapat dilakukan tanpa
mengecambahkan benih terlebih dahulu, tetapi dengan menggunakan zat kimia 2, 3,
5 Triphenyl Tetrazolium Kloride
(garam tetrazolium). Metode tidak langsung didasarkan pada proses metabolisme
benih serta kondisi fisik yang merupakan indikasi tidak langsung.
Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik
adalah benih dengan viabilitas mencapai 80% ke atas. Benih dengan viabilitas
tinggi tentunya memiliki daya vigor benih yang kuat, karena didukung oleh
komponen cadangan makanan dalam biji yang cukup untuk menopang pertumbuhan awal
dari biji sebelum memperoleh makanan dari dalam tanah. Untuk dapat mengetahui
hal – hal tentang viabilitas dan daya vigor benih tentunya harus dilakukan
dengan sebuah penelitian.
Uji Tetrazolium merupakan salah satu uji kualitas
benih dengan mengamati apakah suatu benih masih viabel atau tidak. Uji tersebut
dilakukan dengan cara melihat warna yang timbul pada embrio benih akibat adanya
reaksi dengan garam tetrazolium. Prinsip metode Tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna
merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan
formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih, enzim yang
mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan
respirasi. Kriteria pewarnaan dalam uji Tetrazolium antara lain merah
cerah : jaringan masih hidup atau benih viabel, merah muda :
jaringan atau viabilitas sudah lemah, merah tua : jaringan rusak dan tidak
berwarna : jaringan sudah mati.
Hasil dari pengujian tetrazolium
adalah jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan
jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah.
Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup. Berdasarkan keadaan
internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma
dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh
dalam perkecambahan yang normal.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah ditentukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara
lain :
a. Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik adalah benih dengan
viabilitas mencapai 80% ke atas.
b. Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak
berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini ikut serta dalam proses
reduksi.
c. Hasil
dari pengujian tetrazolium adalah jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi
warna merah pada biji dan jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi
warna merah.
d. Pengujian tetrazolium
menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup berdasarkan keadaan
internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma
dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh
dalam perkecambahan yang normal.
2. Saran
Sebaiknya praktikan melakukan
pembuatan larutan tetrazolium sehingga mahasiswa dapat mengetahui cara
pembuatan dan komposisi dari larutan tersebut. Selain itu sebaiknya dalam
praktikum ini diberi gradasi warna sebagai pembanding untuk menentukan pewarnaan yang timbul, agar
penentuan viabilitas benih lebih akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Association
of Seed Analyst 2011.
Tetrazolium Testing Handbook. Available. at. www.usc.iastte.edu. Diakses pada tanggal 06 Desember 2013.
Budiarti 2006. Keragaman Plasma Nutfah. Buletin Plasma Nutfah Vol (1) : 33-40.
Black M, Derek B, and Peter H 2006. The
Encyclopedia of Seeds. CABI.Wallingford.
Burg
JvD 2008. Tetrazolium Testing dalam
Training Manual of HORTSYS Project. Jakarta.
Dina
2006. Uji tetrazolium secara kualitatif
dan kuantitatif sebagai tolok ukur vigor benih kedelai (Glycine max L. Merr) serta hubungannya dengan pertumbuhan
tanaman dai lapang [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Kolasinska K, Szyrmer J, Dul S 2006.
Relationship between laboratory seed quality tests and field
emergence of common bean seed. J. Crop Science Society of America.4
0: 470-475.
McDonald
dan Kwong 2005. Flower seed Biology and
Technology. CABI. Wallingwood.
Zanzibar Muhamad 2006. Kajian metode uji cepat sebagai metode resmi pengujian Kualitas benih
tanaman hutan di indonesia. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar